Kamis, 20 Oktober 2011

UUD 1945

UNDANG - UNDANG DASAR REPUBLIK INDONESIA 1945
Lengkapi: Amandemen

PEMBUKAAN

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangn pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rachmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Madjelis Permusjawaratan rakyat.
Negara Indonesia adalah negara hukum

BAB II. MADJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2

Madjelis Permusyawaratan rakyat terdiri atas anggauta-anggauta Dewan Perwakilan rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari Daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Madjelis Permusjawaratan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu-kota Negara.
Segala putusan Madjelis Permusjawaratan rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

Pasal 3

Madjelis Permusjawaratan rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara.

BAB III. KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA
Pasal 4

Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Dalam melakukan kewadjibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

Pasal 5

Presiden memegang kekuasan membentuk undang-undang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat.
Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk mendyalankn undang-undang sebagaimana mestinya.

Perubahan Pasal 5

Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 6

Presiden ialah orang Indonesia asli.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan rakyat dengan suara yang terbanyak.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Perubahan Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 8

Jika Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis masa waktunya.

Pasal 9

Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berdyandji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusjawaratan rakyat atau Dewan Perwakilan rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
,,Demi Allah, saja bersumpah akan memenuhi kewadjiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan mendyalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya sert berbakti kepada Nusa dan Bangsa." dyanji Presiden (Wakil Presiden) :
,,Saja berdyandji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewadjiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan mendyalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya sert berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Perubahan Pasal 9

Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
"Demi Allah, saja bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia)
dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
sert berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilian Rakyat tidak dapat mengadakan Sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara.

Pasal 11

Presiden dengan persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perdyandjian dengan Negara lain.

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaja. Sjarat-sjarat dan akibatnya keadaan bahaja ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13

Presiden mengangkat duta dan konsul.
Presiden menerima duta Negara lain.

Perubahan Pasal 13

Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 14

Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Perubahan Pasal 14

Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 15

Presiden memberi gelaran, tanda dyasa dan lain-lain tanda kehormatan.

Perubahan Pasal 15

Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

BAB IV. DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16

Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang
Dewan ini berkewadjiban memberi dyawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada Pemerintah.

BAB V. KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17

Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara.
Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.

Perubahan Pasal 17

Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.


BAB VI. PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18


Pembagian Daerah Indonesia atas Daaerah besar dan ketjil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusjawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa.

Perubahan Pasal 18

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Gubernur, Bupati, and Walikota masing-masing sebagai kepala pemrintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Pasal 18A

Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kebupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18B

Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur damam undang-undang.

BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19

Susuan Dewan Perwakilan rakyat ditetapkan dengan undang-undang.
Dewan Perwakilan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Perubahan Pasal 19

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekaili dalam setahun.

Pasal 20

Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetudjuan Dewan Perwakiln rakyat.
Jika sesuatu rantjangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan rakyat, maka rantjangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.

Perubahan Pasal 20

Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.
Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Pasal 20A

Dewan Perwakilian Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

Pasal 21

Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rantjangan undang-undang.
Jika rantjangan itu, meskipun disetudjui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rantjangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan rakyat masa itu.

Perubahan Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Pasal 22

Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat dalam persidangan yang berikut.
Djika tidak mendapat persetudjuan, maka peraturan pemerintah itu harus ditjabut.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata cara caranya diatur dalam undang-undang.

BAB VIII. HAL KEUANGAN
Pasal 23

Anggaran pendapatan dan belandya ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan rakyat tidak menjetudjui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah mendyalankan anggaran tahun yang lalu.
Segala padyak untuk keperluan Negara berdasarkan undang-undang.
Matjam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Hal keuangan negara selandjutnya diatur dengan undang-undang.
Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan rakyat.

BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

Pasal 25

Sjarat-sjarat untuk mendyadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

BAB IXA WILAYAH NEGARA
Pasal 25A

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.


BAB X. WARGA NEGARA
Pasal 26

Jang mendyadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disjahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
Sjarat-sjarat yang mengenai kewargaan Negara ditetapkan dengan undang-undang.

BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Perubahan Pasal 26

Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa ndonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Penduduk ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Pasal 27

Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wadjib mendjundjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada ketjualinya.
Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerdyaan dan penghidupan yang lajak bagi kemanusiaan.

Perubahan Pasal 27

Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Pasal 28

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

BAB XA HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28B

Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia.
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Pasal 28E

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali.
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G

Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

Pasal 28H

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabai.
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun.

Pasal 28I

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggun jawab negara, terutama pemerintah.
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis.

BAB XI. AGAMA
Pasal 29

Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.
Negara mendyamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepertjajaannya itu.

BAB XII. PERTAHANAN NEGARA
Pasal 30

Tiap-tiiap warga Negara berhak dan wadjib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
Sjarat-sjarat tentng pembelaan diatur dengan undang-undang.

Perubahan Pasal 30

Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Repbulik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, segabai kekuatan pendukung.
Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

BAB XIII. PENDIDIKAN
Pasal 31

Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengadyaran.
Pemerintah mengusahakan dan menjelenggarakan satu sistim pengadyaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 32

Pemerintah memajukan kebudajaan nasional Indonesia.


BAB XIV. KESEDYAHTERAAN SOSIAL
Pasal 33

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
Tjabang-tjabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasasi hadyat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
Bumi dan air dn kekajaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pasal 34

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara

BAB XV. BENDERA DAN BAHASA
BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA SERTA LAGU KEBANGSAAN
Pasal 35


Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.

Pasal 36


Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.

Pasal 36A

Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Pasal 36B

Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

Pasal 36C

Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.

Pasal 37

Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada djumlah anggauta Madjelis Permusjawaratan rakyat harus hadir.
Putusan diambil dengan persetudjuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada djumlah anggauta yang hadlir.

ATURAN PERALIHAN
Pasal I

Panitja Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menjelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.

Pasal II


Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal III


Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitja Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Pasal IV


Sebelum Madjelis Permusjawaratan rakyat, Dewan Perwakilan rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang ini, segala kekuasaannya didyalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.

ATURAN TAMBAHAN
Senin, 17 Oktober 2011

UUD 1945 (Sejarah)

Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.

Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.

Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda.

Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosial

Propaganda

Propaganda (dari bahasa Latin modern: propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan) adalah rangkaian pesan yang bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok orang. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk memengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya.

Propaganda kadang menyampaikan pesan yang benar, namun seringkali menyesatkan dimana umumnya isi propaganda hanya menyampaikan fakta-fakta pilihan yang dapat menghasilkan pengaruh tertentu, atau lebih menghasilkan reaksi emosional daripada reaksi rasional. Tujuannya adalah untuk mengubah pikiran kognitif narasi subjek dalam kelompok sasaran untuk kepentingan tertentu.

Propaganda adalah sebuah upaya disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan memengaruhi langsung perilaku agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki pelaku propaganda.

Sebagai komunikasi satu ke banyak orang (one-to-many), propaganda memisahkan komunikator dari komunikannya. Namun menurut Ellul, komunikator dalam propaganda sebenarnya merupakan wakil dari organisasi yang berusaha melakukan pengontrolan terhadap masyarakat komunikannya. Sehingga dapat disimpulkan, komunikator dalam propaganda adalah seorang yang ahli dalam teknik penguasaan atau kontrol sosial. Dengan berbagai macam teknis, setiap penguasa negara atau yang bercita-cita menjadi penguasa negara harus mempergunakan propaganda sebagai suatu mekanisme alat kontrol sosia

Verbalisme

Verbalisme berasal dari kata Latin, verbum yang berarti perkataan atau ucapan.[1] Verbalisme dapat sekadar berarti sebagai ungkapan verbal (verbal expression), entah istilah untuk menyebut sesuatu, atau pengungkapan lewat kata-kata untuk mengungkapkan gagasan dan menyatakan pengertian.[1][2] Verbalisme juga dapat dipergunakan untuk menyebut tulisan atau uraian yang mempergunakan terlalu banyak kata, sedang isinya terlalu sedikit, tanpa isi atau terlalu sedikit, atau sama sekali tak menyentuh topik yang sedang dibicarakan, alias omong kosong.[1] Akan tetapi, verbalisme juga merupakan pendirian.[1] Verbalisme lalu menjadi sikap yang lebih menjunjung tinggi kata daripada kenyataan yang diungkapkan, istilah daripada permasalahan yang ada di belakangnya, dan rumusan daripada kebenaran yang dikandungnya.[1]

Dengan sikap itu, penganut verbalisme memperlakukan kata lebih penting daripada kenyataan yang diungkapkan.[1] Secara umum verbalisme dapat menjadikan kata, ungkapan, ucapan, sebagai hal atau entitas yang berdiri sendiri.[1] Dalam dan dengan anggapan itu, orang sudah dianggap baik, loyal, terhormat, hanya karena kata-katanya yang bernada sedap, mendukung dan menyanjung, tanpa menyelidiki bagaimana perilaku yang sesungguhnya.[1] Sebaliknya orang seringkali dianggap jahat dan pengacau, hanya karena ucapan-ucapannya yang terus terang, berbeda dengan yang lazim dan kritis, meskipun perbuatan nyatanya sungguh membawa kebaikan bagi banyak orang.[1]

Dalam mental verbalistis, upacara diberi tempat tinggi dan mengalahkan kegiatan nyata yang sebetulnya dituntut oleh keadaan: semboyan-semboyan serta slogan yang lebih diupayakan daripada perbuatan konkrit untuk memperbaiki dan meningkatkan kenyataan.[1] Secara khusus, verbalisme membuat kata jauh dari hal yang mau diungkapkan, ucapan mengaburkan kenyataan, ungkapan memutarbalikkan atau malah meniadakan realitas yang sesungguhnya ada dan mangada-adakan realitas yang tidak ada.[1]

Indoktriasi adalah

Indoktrinasi adalah sebuah proses yang dilakukan berdasarkan satu sistem nilai untuk menanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu. Praktik ini seringkali dibedakan dari pendidikan karena dalam tindakan ini, orang yang diindoktrinasi diharapkan untuk tidak mempertanyakan atau secara kritis menguji doktrin yang telah mereka pelajari. Instruksi berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, khususnya, tak dapat disebut indoktrinasi karena prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan menuntut evaluasi diri yang kritis dan sikap bertanya yang skeptis terhadap pikiran sendiri.
Indoktrinasi agama merujuk kepada ritual peralihan yang tradisional untuk mengindoktrinasi seseorang ke dalam suatu agama tertentu dan komunitasnya.

Kebanyakan kelompok agama mengajarkan anggota-anggotanya yang baru tentang prinsip-prinsip agama tersebut. Hal ini biasanya tidak disebut sebagai indoktrinasi karena konotasi negatif kata tersebut. Agama misteri membutuhkan suatu masa indoktrinasi sebelum seseorang dapat memperoleh akses kepada pengetahuan esoterik.

Partai2 ikut pemilu 2009


Partai Politik adalah

Pengertian Partai Politik
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideology tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :

1. Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3. Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.


5. Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
6. Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
7. Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
8. Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.
9. Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
10. Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
11. Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik. Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak mengenal partai-partai politik.
12. Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
13. Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai. Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik, pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.
14. Memasuki periode Orde Baru, tepatnya setelah Pemilihan Umum 1971 pemerintah kembali berusaha menyederhanakan Partai Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
15. Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.
16. Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.
17. Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
18. Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Setelah berhasil mengganti rejim otoritarian Orde Baru dan menyelenggarakan Pilpres secara langsung pada tahun 2004, banyak pengamat di dalam maupun di luar negeri yang memandang bahwa Indonesia telah mengakhiri periode transisi dan masuk ke periode sistem politik yang demokratis dan stabil. Tetapi kendatipun telah ada Pilpres langsung yang bercirikan konstelasi politik yang berciri sistem multi-partai, pemerintahan yang terdesentralisasi, sistem kawal dan imbang (checks and balances) yang makin baik, dan tuntutan rakyat yang makin terbuka, transisi ke arah sistem pemerintahan yang baik sebenarnya masih terus berlangsung. Dalam hal perumusan kebijakan publik, banyak yang ternyata harus dibenahi. Berlakunya UU No.32/2004 yang disertai dengan PP No.6/2005 yang mengatur tentang Pilkada secara langsung secara prosedural telah membuat sistem pemerintahan di daerah semakin demokratis. Mulai tahun 2005 pergantian kepala daerah, baik Gubernur atau Bupati/Walikota, di seluruh Indonesia telah dilakukan secara langsung. Partai politik (parpol) berperan dalam pencalonan pasangan kepala daerah, lalu rakyat setempat secara langsung memilih dengan prinsip-prinsip Pilkada yang sesuai dengan Pilpres. Peran Parpol yang menguat inilah yang kemudian juga berpengaruh terhadap sistem perumusan kebijakan di daerah. Bagi banyak pengamat semua variabel yang menunjukkan sistem politik yang lebih terbuka merupakan kemajuan yang signifikan. Namun, dari perspektif kebijakan publik gelombang demokratisasi itu ternyata menjadi tantangan tersendiri yang tidak pernah berlaku sebelumnya. Saat ini, situasi dalam pemerintahan lebih sulit dalam menyelesaikan perselisihan tentang kebijakan yang akan diambil. Tidak seperti pada masa Orde Baru yang begitu cepat keputusan diambil karena terbiasa dengan pendekatan kekuasaan, proses kebijakan publik kini lebih terfragmentasi dan untuk sebagian terasa kurang efektif. Kenyataan ini berlaku di tingkat nasional maupun di daerah. Demokrasi akan menghasilkan sistem perumusan kebijakan yang lebih partisipatif dan karena itu memberi legitimasi yang lebih kuat terhadap kebijakan yang diambil. Tetapi proses demokrasi juga menuntut kesiapan perumus kebijakan untuk melalui proses politik yang panjang, untuk menggunakan keterampilan negosiasi, serta kesediaan melakukan kompromi dengan semua pemangku kepentingan. Ini karena demokrasimengakibatkan kecenderungan sistem interaksi yang terpencar (divergence) dan bukannya terpusat (convergence) seperti yang dikatakan dalam studi Hill (2005:105).
Konfigurasi politik di Indonesia kini telah dilengkapi dengan semua ciri dasar bagi sebuah demokrasi. Pemilu yang bebas dan adil, kebebasan berpendapat dan berserikat, hak untuk memilih, adanya sumber informasi alternatif, hak bagi semua orang untuk menduduki jabatan publik, serta kelembagaan yang memungkinkan rakyat bisa mengontrol pemerintahan sebagai ciri-ciri demokrasi seperti dikemukakan oleh Dahl (1971:3) telah berlaku di Indonesia. Namun sebagai negara yang baru belajar berdemokrasi, banyak diantara perumus kebijakan strategis yang sebenarnya belum siap untuk menerapkan inti demokrasi (substantive democracy) karena sudah begitu lama terbiasa dengan sistem yang otoritarian. Salah satu tantangan yang berat di Indonesia ialah meyakinkan para perumus kebijakan agar tidak frustrasi dengan tatanan yang
demokratis lalu mengungkit nostalgia masa lalu ketika semuanya serba pasti dan dapat diduga. Proses perumusan kebijakan yang demokratis memang memerlukan kerja keras untuk menciptakan sebuah konsensus, tetapi itu bukan berarti bahwa solusinya adalah kembali ke cara-cara yang tidak demokratis. Namun Sebagian besar parpol juga dinilai tidak memiliki basis sosial yang jelas dan spesifik. Tak hanya itu, dari sisi komitmen, parpol dipandang hanya bekerja menjelang pemilu dan "tidur panjang" di antara dua pemilu sehingga tak terbangun format relasi yang melembaga dengan konstituen. Ada pula problem institusionalisasi dan representasi.

Partai Politik adalah

Pengertian Partai Politik
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideology tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :

1. Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3. Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.


5. Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
6. Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
7. Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
8. Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.
9. Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
10. Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
11. Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik. Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak mengenal partai-partai politik.
12. Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
13. Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai. Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik, pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.
14. Memasuki periode Orde Baru, tepatnya setelah Pemilihan Umum 1971 pemerintah kembali berusaha menyederhanakan Partai Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
15. Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.
16. Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.
17. Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
18. Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Setelah berhasil mengganti rejim otoritarian Orde Baru dan menyelenggarakan Pilpres secara langsung pada tahun 2004, banyak pengamat di dalam maupun di luar negeri yang memandang bahwa Indonesia telah mengakhiri periode transisi dan masuk ke periode sistem politik yang demokratis dan stabil. Tetapi kendatipun telah ada Pilpres langsung yang bercirikan konstelasi politik yang berciri sistem multi-partai, pemerintahan yang terdesentralisasi, sistem kawal dan imbang (checks and balances) yang makin baik, dan tuntutan rakyat yang makin terbuka, transisi ke arah sistem pemerintahan yang baik sebenarnya masih terus berlangsung. Dalam hal perumusan kebijakan publik, banyak yang ternyata harus dibenahi. Berlakunya UU No.32/2004 yang disertai dengan PP No.6/2005 yang mengatur tentang Pilkada secara langsung secara prosedural telah membuat sistem pemerintahan di daerah semakin demokratis. Mulai tahun 2005 pergantian kepala daerah, baik Gubernur atau Bupati/Walikota, di seluruh Indonesia telah dilakukan secara langsung. Partai politik (parpol) berperan dalam pencalonan pasangan kepala daerah, lalu rakyat setempat secara langsung memilih dengan prinsip-prinsip Pilkada yang sesuai dengan Pilpres. Peran Parpol yang menguat inilah yang kemudian juga berpengaruh terhadap sistem perumusan kebijakan di daerah. Bagi banyak pengamat semua variabel yang menunjukkan sistem politik yang lebih terbuka merupakan kemajuan yang signifikan. Namun, dari perspektif kebijakan publik gelombang demokratisasi itu ternyata menjadi tantangan tersendiri yang tidak pernah berlaku sebelumnya. Saat ini, situasi dalam pemerintahan lebih sulit dalam menyelesaikan perselisihan tentang kebijakan yang akan diambil. Tidak seperti pada masa Orde Baru yang begitu cepat keputusan diambil karena terbiasa dengan pendekatan kekuasaan, proses kebijakan publik kini lebih terfragmentasi dan untuk sebagian terasa kurang efektif. Kenyataan ini berlaku di tingkat nasional maupun di daerah. Demokrasi akan menghasilkan sistem perumusan kebijakan yang lebih partisipatif dan karena itu memberi legitimasi yang lebih kuat terhadap kebijakan yang diambil. Tetapi proses demokrasi juga menuntut kesiapan perumus kebijakan untuk melalui proses politik yang panjang, untuk menggunakan keterampilan negosiasi, serta kesediaan melakukan kompromi dengan semua pemangku kepentingan. Ini karena demokrasimengakibatkan kecenderungan sistem interaksi yang terpencar (divergence) dan bukannya terpusat (convergence) seperti yang dikatakan dalam studi Hill (2005:105).
Konfigurasi politik di Indonesia kini telah dilengkapi dengan semua ciri dasar bagi sebuah demokrasi. Pemilu yang bebas dan adil, kebebasan berpendapat dan berserikat, hak untuk memilih, adanya sumber informasi alternatif, hak bagi semua orang untuk menduduki jabatan publik, serta kelembagaan yang memungkinkan rakyat bisa mengontrol pemerintahan sebagai ciri-ciri demokrasi seperti dikemukakan oleh Dahl (1971:3) telah berlaku di Indonesia. Namun sebagai negara yang baru belajar berdemokrasi, banyak diantara perumus kebijakan strategis yang sebenarnya belum siap untuk menerapkan inti demokrasi (substantive democracy) karena sudah begitu lama terbiasa dengan sistem yang otoritarian. Salah satu tantangan yang berat di Indonesia ialah meyakinkan para perumus kebijakan agar tidak frustrasi dengan tatanan yang
demokratis lalu mengungkit nostalgia masa lalu ketika semuanya serba pasti dan dapat diduga. Proses perumusan kebijakan yang demokratis memang memerlukan kerja keras untuk menciptakan sebuah konsensus, tetapi itu bukan berarti bahwa solusinya adalah kembali ke cara-cara yang tidak demokratis. Namun Sebagian besar parpol juga dinilai tidak memiliki basis sosial yang jelas dan spesifik. Tak hanya itu, dari sisi komitmen, parpol dipandang hanya bekerja menjelang pemilu dan "tidur panjang" di antara dua pemilu sehingga tak terbangun format relasi yang melembaga dengan konstituen. Ada pula problem institusionalisasi dan representasi.
Selasa, 04 Oktober 2011

WILAYAH INDONESIA

Republik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan.

Dari 17.506 pulau tersebut terdapat Pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Berdasarkan hasil survei Base Point atau Titik Dasar yang telah dilakukan DISHIDROS TNI AL, untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius.

Dalam Amandemen UUD 1945 Bab IX A tentang Wilayah Negara, Pasal 25A tercantum Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Di sini jelas disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985.
Dampak dari ratifikasi Unclos ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen.
Indonesia Adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. Dari 17.506 pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga.

BATAS WILAYAH NKRI
Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan suatu negara.
Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin maraknya kegiatan di laut, seperti kegiatan pengiriman barang antar negara yang 90%nya dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan, keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut. Batas laut teritorial diukur berdasarkan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau terluar wilayah NKRI. Berdasarkan hasil survei Base Point atau titik dasar untuk menetapkan batas wilayah dengan negara tetangga, terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar, sisanya ada di tanjung tanjung terluar dan di wilayah pantai

PULAU-PULAU TERLUAR
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya :
1. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia.
2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia
3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.

SEBARAN PULAU-PULAU TERLUAR
Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya :
1. Pulau Simeulucut, Salaut Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India
2. Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia
3. Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura
4. Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam
5. Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina
6. Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia
7. Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste
8. Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danLiki berbatasan dengan Palau
9. Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini
10. Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia

Diantara 92 pulau terluar ini, ada 12 pulau yang harus mendapatkan perhatian serius dintaranya:
1. Pulau Rondo
Pulau Rondo terletak di ujung barat laut Propinsi Nangro Aceh Darussalam (NAD). Disini terdapat Titik dasar TD 177. Pulau ini adalah pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan perairan India.
2. Pulau Berhala
Pulau Berhala terletak di perairan timur Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Di tempat ini terdapat Titik Dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional.
3. Pulau Nipa
Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini tiba tiba menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya/ tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit.
Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Kondisi pulau yang berada di Selat Philip serta berbatasan langsung dengan Singapura disebelah utaranya ini sangat rawan dan memprihatinkan.
Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Pulau Nipa merupakan batas laut antara Indonesia dan Singapura sejak 1973, dimana terdapat Titik Referensi (TR 190) yang menjadi dasar pengukuran dan penentuan media line antara Indonesia dan Singapura. Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI baru-baru ini telah mennam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan telah melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi.
4. Pulau Sekatung
Pulau ini merupakan pulau terluar Propinsi Kepulauan Riau di sebelah utara dan berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 030 yang menjadi Titik Dasar dalam pengukuran dan penetapan batas Indonesia dengan Vietnam.
5. Pulau Marore
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 055.
6. Pulau Miangas
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 056.
7. Pulau Fani
Pulau ini terletak Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 066.
8. Pulau Fanildo
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara kepulauanPalau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072.
9. Pulau Bras
Pulau ini terletak di Kepulauan Asia, Barat Laut Kepala Burung Propinsi Irian Jaya Barat, berbatasan langsung dengan Negara Kepualuan Palau. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072A.
10. Pulau Batek
Pulau ini terletak di Selat Ombai, Di pantai utara Nusa Tenggara Timur dan Oecussi Timor Leste. Dari Data yang penulis pegang, di pulau ini belum ada Titik Dasar
11. Pulau Marampit
Pulau ini terletak di bagian utara Propinsi Sulawesi Utara, berbatasan langsung dengan Pulau Mindanau Filipina. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 057.
12. Pulau Dana
Pulau ini terletak di bagian selatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan langsung dengan Pulau Karang Ashmore Australia. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 121

KESIMPULAN
Sebagai negara kepulauan yang berwawasan nusantara, maka Indonesia harus menjaga keutuhan wilayahnya. Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian Pemerintah.
Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki perjanjian (agreement) dengan Indonesia. Dari 92 pulau terluar yang dimiliki Indonesia terdapat 12 pulau yang harus mendapat perhatian khusus, Pulau-pulau tersebut adalah Pulau Rondo, Berhala, Nipa, Sekatung, Marore, Miangas, Fani, Fanildo, Dana, Batek, Marampit dan Pulau Bras

DAFTAR PUSTAKA
Kahar, Jounil, 2004. Penyelesaian Batas Maritim NKRI . Pikiran Rakyat 3 Januari 2004
Tim Redaksi, 2004. Pulau-pulau terluar Indonesia. Buletin DISHIDROS TNI AL edisi 1/ III tahun 2004
Tim Redaksi, 2004. Potret Pulau Nipa. Buletin DISHIDROS TNI AL edisi 1/ III tahun 2004

——-Penulis——
Lalu Muhamad Jaelani
Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111